Senin, 04 April 2016

berita tgl 04 april 2016


PPP Kubu Djan Faridz Akan Surati Presiden Tolak Muktamar Islah

Antara - 04 April 2016 06:2
Ketua Umum DPP PPP Djan Faridz (kanan) dan Sekjen Dimyati Natakusuma. (Foto: MI/Arya)
Ketua Umum DPP PPP Djan Faridz (kanan) dan Sekjen Dimyati Natakusuma. (Foto: MI/Arya)
Metrotvnews.com, Jakarta: PPP kubu Djan Faridz segera menyurati Presiden Joko Widodo mengenai ketidakhadirannya dalam Muktamar Islah di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, pada 8 hingga 11 April 2016. Hal ini sebagai bentuk penolakan terhadap muktamar yang digelar kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung, itu.

"DPP solid semua. Terbukti pada saat Mukernas II kemarin tanggal 29 sampai 30 Maret 2016, yang salah satu rekomendasinya yaitu menolak muktamar islah," kata Ketua Bidang Hukum Partai Persatuan Pembangunan
versi Muktamar Jakarta Triana Dewi Seroja di Jakarta, Minggu (3/4/2016).

Triana berpandangan Muktamar Islah tersebut telah melawan hukum. Karena itu, pihaknya tak pernah memberikan rekomendasi atau mandat pada pengurus Muktamar Jakarta untuk hadir pada acara tersebut.





  • Pada dasarnya, Triana pun menganggap wajar perbedaan pendapat terlebih dalam dunia politik yang penuh dinamika ini. Tapi, ia tidak ingin ada pihak yang mengatasnamakan pengurus hasil Muktamar Jakarta hadir dalam perhelatan Muktamar Islah itu. Pasalnya, sikap pengurus PPP hasil Muktamar Jakarta sangat tegas menolak Muktamar Islah.

    "Sepanjang AD-ART PPP dari jaman berdiri sampai sekarang, tidak pernah ada istilah muktamar islah," kata Triana.

    Terlebih, kata Triana, Muktamar ke VIII PPP sudah dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2014 di Hotel Sahid di Jakarta dengan kepengurusan yang dipimpin Djan Faridz.

    "Dan untuk perselisihan internal PPP sendiri secara hukum telah selesai dengan adanya putusan MA RI No.601 yang telah menolak permohonan penggugat yang memohon untuk kembali ke Muktamar Bandung dan Majelis Hakim memutuskan kepengurusan Muktamar Jakarta adalah kepengurusan PPP yang sah. dengan demikian kenapa ada muktamar lagi? Bukankah itu melawan hukum karena bertentangan dengan putusan MA RI No.601?," kata dia.

    Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengesahkan kembali kepungurusan Partai Persatuan Pembangunan ke hasil Muktamar PPP di Bandung 2011 lalu.

    Keputusan ini merupakan jalan tengah pasca dicabutnya hasil Muktamar PPP Surabaya 2014 yang memenangkan Romahurmuziy atau Romi dan ditolaknya Muktamar PPP Jakarta pada tahun yang sama oleh MA yang memenangkan Djan Faridz sebagai ketua umum PPP.

    Menurut Menkumham RI Yasonna Laoly SK Kemenkumham bernomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2016 yang berisikan pengesahan perubahan susunan kepengurusan dewan pimpinan pusat Partai Persatuan Pembangunan, yang merupakan pelaksanaan putusan kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara 504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015 berdampak pada kekosongan kepengurusan di tubuh PPP.

    Oleh karena itu, disahkannya kembali susunan pengurus PPP hasil Muktamar Bandung diharapkan dapat mengisi kekosongan sementara kepengurusan itu. Keputusan ini juga didasarkan pada upaya rekonsiliasi terhadap pihak yang berselisih dan mendengar masukan para sesepuh, senior, dan tokoh-tokoh PPP yang pada dasarnya meminta penyelesaian lewat jalur muktamar.

    Dengan putusan ini maka kepengurusan PPP kembali pada hasil Muktamar Bandung tahun 2011 lalu, di mana diketuai oleh Suryadharma Ali, dengan Wakil Ketua Umum Lukman Hakim Saifuddin yang kini menjabat sebagai Menteri Agama, dan Sekretaris Jenderal Romahurmuziy.

    Sebelumnya, kisruh di tubuh Partai berlambang Kabah ini terjadi pascausainya kepemimpinan Muktamar Bandung dan memunculkan dua muktamar pada 2014 di Jakarta dan Surabaya. Hasil Muktamar Surabaya tidak disahkan dan pada 20 Oktober lalu, Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan PPP muktamar Jakarta kubu Djan Faridz sehingga MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta (PTTUN) dan menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

    Namun kontradiksi terjadi karena meski MA menyetujui kepengurusan dari Muktamar Jakarta, di sisi lain muktamarnya sendiri tidak disahkan MA.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar