Lihat Gerhana Matahari Total Bisa Bikin Buta? Mitos!
Rabu, 03 Februari 2016 | 20:43 WIB

Gerhana matahari total di Tanjung Kodok, Jawa Timur, 1983. Dok.TEMPO/Ilham Soenharjo
TEMPO.CO, Bandung - Pada 11 Juni 1983, penduduk kawasan Pangandaran, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat mendapat kesempatan pertama menyaksikan gerhana matahari
sempurna. Gerhana tersebut "berjalan" melengkung ke arah timur laut,
melintasi tak kurang dari 22 kota antara lain Yogyakarta, Semarang,
Cepu, Surabaya dan berakhir di Ujungpandang.Setelah 33 tahun, Indonesia akan kembali dilintasi gerhana matahari total. Tepatnya pada 9 Maret 2016 mendatang. Untuk dapat menyaksikan gerhana tersebut, pakar astronomi ITB, Premana W. Premadi, memberikan beberapa saran bagi masyarakat yang akan menikmati gerhana.
Yang paling penting, menurut Premadi yakni dengan tidak menatap matahari secara langsung, melainkan melalui pantulan bayangan yang dihasilkan, seperti menggunakan kamera lubang jarum.
"Penggunaan kamera lubang jarum, intinya, adalah kita memantulkan sinar matahari ke dinding atau kertas sehingga yang orang lihat adalah bayangannya, mengikuti proses gerhana dari awal sampai akhir," ujarnya, saat berkunjung ke kantor TEMPO, Palmerah, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Februari 2016.
Selain itu, kata Premana, masyarakat juga bisa menggunakan kacamata khusus atau teleskop yang sudah dilengkapi filter atau penyaring cahaya matahari untuk menapis sebagian besar sinar matahari yang diterima mata.
Dalam menikmati gerhana, masyarakat juga diminta tidak ber-selfie-ria karena cahaya sinar matahari dapat memantul dari kaca kamera telepon seluler dan mengenai mata yang bisa menyebabkan silau. "Kalau ingin memotret, kamera harus dikasih filter dan kami enggak menganjurkan orang untuk foto selfie ya, karena cahayanya bisa mantul ke mata," tuturnya.
Saat gerhana matahari total 1983, sempat muncul imbauan dari pemerintah agar masyarakat tidak melihatnya karena bisa menyebabkan kebutaan. Majalah TEMPO edisi 11 Juni 1983 mewawancarai Bambang Hidayat, guru besar astronomi di Institut Teknologi Bandung, yang menyatakan, tak setuju dengan anggapan gerhana bisa menyebabkan kebutaan. "Ini adalah larangan yang didasarkan informasi yang keliru," kata dia.
"Soalnya pada saat gerhana matahari, tak terjadi radiasi tambahan seperti banyak diduga orang," katanya . Bisa dibilang, kebutaan langsung yang disebabkan gerhana matahari total hanya mitos.
Namun ia mengingatkan, melihat gerhana total sama bahayanya dengan melihat matahari pada keadaan biasa. "Itu memang berbahaya jika dilihat langsung," ujarnya. "Karena intensitas cahayanya yang besar."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar